Kilas Sejarah : Bahan Dasar : Kulit kerbau, dan Tanduk kerbau.
Dalam kisah-kisah wayang klasik peran-peran tradisional dimainkan oleh dewa-dewa dan raksasa-raksasa, raja-raja dan puteri-puteri, kesatria—kesatria dan pelawak-pelawak. Dalam bercerita tentang kisah manusia, mereka mencontohkan pada dunia dewa dan raksasa. Kiasan-kiasan tersebut terutama digunakan pada cerita wayang Jawa dengan berbagai aksen yang dapat dikenali. Sejak dahulu kerajaan-kerajaan dipulau Jawa selalu mengembangkan gaya wayangnya masing-masing. Topik-topik baru serta perubahan dalam penggunaan warna dan bentuk diperkenalkan oleh pembuat dan dalang profesional, yang biasanya masih termasuk kerabat keluarga kerajaan.
Pada tahun 1930-an, Raden Mas Sayid menjadi tenar di istana Mangkunegaran dengan mempublikasikan karyanya dan memimpin sanggar, sekaligus sebagai dalang, untuk pembuatan dan pergelaran boneka wayang. Di sanggar ini Sayid menciptakan Wayang Sandiwara, dengan menampilkan boneka-boneka naturalistis yang membawakan ceritera-ceritera kontemporer, seperti kisah-kisah propaganda untuk pemerintahan Jepang. Ceritera seperti itu biasanya dibawakan dalam waktu 3 jam, dari pukul 9 malam sampai pukul 2 dini hari, bertentangan dengan pergelaran wayang klasik yang berlangsung dari setelah waktu magrib sampai subuh.
Beberapa waktu setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pulau Jawa masih terus bergejolak dan pada masa itu perhatian terhadap kisah-kisah mengenai ”Verenigde Oostindische Compaigne” atau VOC, mengenai Marskal bertangan besi Daendels, yang diJawa terkenal sebagai Tuan Guntur, tentang Perang Jawa, Perang Aceh, dan lain-lain. Kondisi masyarakat tersebut membuat Sayid tergerak hatinya untuk membantu peranan para pemimpin Indonesia dalam membangkitkan dan memperkuat nasionalisme bangsa. Tahun 1950-an RM Sayid membuat suatu perangkat wayang khusus untuk mengangkat topik-topik tersebut diatas, yang diperkenalkan dengan nama ”Wayang Perdjoeangan”,(sekarang dikenal dengan nama Wayang Revolusi).
Perangkat wayang ini terdiri dari sekitar seratus dua puluh boneka, mencangkup semua tokoh-tokoh sejarah terkenal dan seleksi dari tokoh-tokoh rakyat Indonesia diantaranya: petani-petani yang kekar, orang desa yang murah senyum, wanita-wanita agung dan amtenar, cendikiawan muda, nasionalis tua dan muda yang bertekad kuat; kadang-kadang sebagian atau seluruhnya memakai seragam militer. RM. Sayid membuat semua boneka wayang tokoh-tokoh perjuangan dan pergerakan nasional seperti Diponegoro, Soekarno, Hatta, Sutan Syahrir dan H.O.S Tjokroaminoto dengan cermat. Walaupun ia tidak memberi nama kepada kebanyakan tokoh-tokohnya seperti Haji Agus Salim, salah satu pemimpin nasional terbesar, seperi kepala negara dari Ubud, Bali, Tjokorde Gde Rake Soekmawati. Selain itu, dari pakainnya kita dapat segera mengenali boneka tokoh-tokoh seperti Bupati, Petani dan Wanita, Pedagang serta pejuang.
Dari pihak lawan RM. Sayid membuat gambaran yang sangat mirip dari Jenderal Van Heutz, yang terkenal dengan penaklukan Aceh dan gambaran gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir, Van Mook. Disamping itu juga ada boneka tokoh-tokoh amtenar VOC memakai seragam berpita-pita yang baru tiba dari Holland dengan pipi kemerah-merahan dan bertulang besar, tokoh-tokoh tuan-tuan penuh percaya diri berpakaian seragam ”tropis” putih, sebagaimana mereka yang memegang mereka yang memegang kekuasaan dikalangan pemerintahan dan swasta pada tahun 1920-an, dan sejumlah boneka tentara berkulit gelap kena sinar matahari yang memakai topi konoi bertepi lebar seperti yang dipakai oleh Koninklijk Nederlands-Indisch leger pada abad yang lalu. Ada juga boneka-boneka yang menggambarkan pasukan Belanda yang menggambarkan pasukan Belanda yang pada tahun 1947 dan 1948 digunakan untuk operasi militer besar-besaran yang sering kita sebut dengan agresi militer. Boneka wayang ini berambut pirang, gemuk atau gendut, berkulit sangat putih, bermata sangat biru, dan sangat lugu.
Dari lukisan wajah, tubuh dan sikap mereka yang begitu mirip, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan kecil, jelas bahwa mereka dibuat dengan cetakan. RM. Sayid tidak mengusahakan membuat lukisan karakter individual satu-pun diantaranya dan hal itu berkontras tajam dengan gambaran penuh seninya dari boneka tokoh-tokoh Indonesia, bahkan dari bagian-bagian dekor, senapan, panah, pohon-pohon yang hangus terbakar dan mimbar dengan segelas air untuk pembicara. Semua tokoh itu menunjukan pengamatan tajam sang penciptanya. RM. Sayid sendiri adalah seorang seniman yang terlibat dalam perjuanagan kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada tahun 1960-an, perangkat wayang yang istimewa ini dibeli oleh Wereldmuseum (dahulu Museum Voor Vol kenkunde atau Museum Ilmu Bangsa-Bangsa) di Rotterdam.
Akan tetapi karena memburuknya hubungan Belanda dengan Indonesia dikarenakan masalah Irian Barat, yang membuat pameran tentang pandangan Indonesia mengenai dekolonisasi pada waktu itu tidak mungkin diselenggarakan pada tahun 1990 yang menampilkan presentasi multi media dengan wayang-wayang RM. Sayid, gambar-gambar bersejarah, musik dan video-video pergelaran Wayang Revolusi yang direkam khusus untuk acara tersebut, yang dimainkan oleh dalang berkebangsaan Belanda, Rien Baartmans. Wayang Revolusi tidak pernah memiliki naskah cerita tertulis sehingga pergelaran wayang tersebut tidak memiliki pakem yang khusus. Pada umumnya pergelaran wayang ini mengambil cerita dari berbagai sumber sejarah nasional Indonesia dan disesuaikan dengan tokoh-tokoh wayang yang ada.
Pada tahun 1995, bertepatan dengan peringatan 50 tahun Republik Indonesia merdeka, Pemerintah kota Rotterdam menghadiahkan 8 buah panel yang berisi foto-foto adegan dalam Wayang Kulit Revolusi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada bulan Agustus 2005, Wereldmuseum Rotterdam menyerahkan sebagian koleksi Wayang Kulit Revolusi tersebut kepada Museum Wayang untuk dipinjamkan secara jangka panjang. Penyerahan koleksi wayang ini sesuai dengan kebijakan kementrian pendidikan, Budaya dan Ilmu Pengetahuan yang sejak tahun 1988 mendorong museum-museum di Indonesia untuk meningkatkan hasil-hasil koleksi mereka. Pada waktu yang sama, Museum Wayang membuat duplikat dari seluruh perangkat Wayang Kulit Revolusi
Pemda DKI Jakarta yang diwakili oleh Wagub Provinsi DKI Jakarta. Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Museum Wayang pada tanggal 21 April 2005 secara simbolis menerima penyerahan Wayang Kulit Revolusi asli dari Walikota Rotterdam kepada Pemda DKI Jakarta di Belanda. Acara ceremonial Penyerahan Hibah Wayang Revolusi dari Wereldmuseum Rotterdam melalui Walikota Rotterdam Mr. Ivo Opstelten kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bpk. Sutiyoso untuk Museum Wayang 24 September 2005, sekaligus dilaksanakan Pameran Wayang Revolusi yang dilanjutkan dengan Pagelaran wayang tsb dengan Lakon “ Jogya Kembali “ dengan dalang Ki Bambang Suwarno, S.Kar.M Hum.
Sumber :
- http://www.museumwayang.com/Wayang%20Kulit%20Revolusi.html
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus